Senin, 18 April 2016

Cinta Wayang, Cinta Budaya



Cinta Wayang, Cinta Budaya

Setiap ada perayaan di desa, ada satu tontonan yang kuusahakan  untuk nonton. Apalagi kalau bukan wayang. Selain sudah jarang, tidak setiap perayaan desa nanggap wayang. Paling dalam setahun hanya sekali dua kali ada tanggapan wayang. Tidak seperti dulu lagi, sunatan aja nanggap wayang. Bahkan pernah lho dalam setahun tidak ada tontonan wayang.

                                       Ki Dalang sedang beraksi :)
 
Nah, dalam rangka peresmian pasar desa Sumowono, Rabu, tanggal 13 April 2016 kemarin, ada beberapa tontonan di desa. Pagi acaranya jalan sehat, semua warga boleh ikut, tak ketinggalan reog serta organ tunggal. Pokoknya rame, deh. Malamnya, wayangan! Ini dia yang kutungu-tunggu. Buat ngenalin ke krucils juga tentang budaya bangsa yang sudah jarang ada. Kalau bukan kita yang nguri-uri budaya bangsa, siapa lagi?
Rabu malam ternyata hujan. Wah, nggak tega juga nanti krucils tambah kedinginan. Sumowono daerah pegunungan, berhawa dingin. Kalau hujan bakal makin dingin. Komat kamit berdoa semoga hujan lekas berhenti. Sebelum tidur krucils sudah resah dan gelisah takut nggak jadi nonton wayang, hihihi. Untunglah masih bisa dirayu jadi nggak rewel.
Sekitar jam 2 Kamis dini hari, hujan tinggal rintik-rintik. Suara klonengan dan sinden yang syahdu membuat nggak bisa tidur. Penasaran juga nonton wayang, sudah lama nggak nonton. Dengan susah payah berhasil juga bangunin krucils. Meskipun mata masih merem melek, mau juga diajak naik motor ke pasar lihat wayang.

                                       Tetap semangat meksi menjelang subuh

Sampai di sana, terlihat panggung sederhana dengan pajangan ratusan wayang di atas gedebog pisang. Beberapa penabuh gamelan serta 3 sinden dengan baju adat Jawa membuat krucils melek. Nggak jadi ngantuk, langsung semangat nonton.
Sayang, penontonnya bisa dihitung dengan jari, itupun sudah mbah-mbah semua. Kutanya pada seorang Bapak yang nonton tadi katanya penuh, cuma sudah pada pulang. Tampak di pojokan 2 orang pemuda yang ngurus sound system. Banyak penonton sarungan untuk menghalau hawa dingin yang menusuk tulang.
Ceritanya ternyata sudah goro-goro. Buto lawan Werkudoro. Haha, bener-bener deh sudah telat, tapi lumayan daripada nggak jadi nonton sama-sekali. Setelah tanya sana-sini Pak dalangnya Dalang Harsono, keren banget. Dengan lakon Wahyu Kamulyan Jati.
Menurut Mas Agus, penikmat wayang dan penjual di pasar pagi, kurang lebih lakon wayang itu bermakna bisikan dari Tuhan untuk kemulyaan hidup di dunia dan akherat yang sejati. Wah, Mas Agus ini walau nontonnya sebentar karena musti jualan, sempat  berbagi sama diriku. Matur nuwun pencerahannya Mas Agus, ya.

                  Dari depan panggung, hanya tampak segelintir orang, sarungan lagi, hihihi.
 
Yah, karena nggak lihat dari awal membuat alur dan ceritanya kurang lengkap. Saat nonton itulah krucils tak berhenti tanya ini itu. Tentang pajangan wayang yang ratusan, Ki dalang, sinden yang berbaju Jawa, penabuhnya, panggungnya, gedebok untuk nancepin wayang de el el. Hihihi, sampai capek menjawabnya.
Tak lupa juga aku ambil foto walau kurang begitu jelas hasilnya. Kuambil dari samping panggung. Eh nggak kuduga, di samping kanan panggung, penontonnya bejibun. Dari tua, muda, ganteng, cantik, segala macem ada, deh. Wah, mereka menikmati banget pagelaran wayang malam itu. Ternyata penggemar wayang masih banyak, ya, nggak hanya kalangan jadul doang.
Ketiga sinden yang cantik juga masih terus semangat, walau udara makin dingin menjelang subuh. Para penabuh gamelan yang biasa disebut niyogo wajahnya tetap ceria. Hebat banget kan mereka ini. Tanpa sengaja aku melihat termos disamping para sinden, Hihihi, ternyata untuk menahan kantuk mereka bikin kopi, juga miuman hangat yang lain. Penabuhnya juga dibikinin lho. 

                                 Ini dia selebarannya, kapan ada wayang lagi ya?

Menjelang subuh, geber hampir ditutup. Kita juga langsung pulang. Bangga juga bisa ngenalin wayang ke anak-anak. Nggak lebih 2 jam sih nontonnya, tapi sudah membuat anak-anak tahu warisan budaya yang kudu dilestarikan. Kalau bukan anak cucu kita, siapa lagi, hayo? Yuk cintai budaya dengan cinta wayang!


3 komentar: