Cinta Wayang, Cinta Budaya
Setiap ada perayaan di desa, ada satu
tontonan yang kuusahakan untuk nonton.
Apalagi kalau bukan wayang. Selain sudah jarang, tidak setiap perayaan desa
nanggap wayang. Paling dalam setahun hanya sekali dua kali ada tanggapan
wayang. Tidak seperti dulu lagi, sunatan aja nanggap wayang. Bahkan pernah lho
dalam setahun tidak ada tontonan wayang.
Ki Dalang sedang beraksi :)
Nah, dalam rangka peresmian pasar desa
Sumowono, Rabu, tanggal 13 April 2016 kemarin, ada beberapa tontonan di desa.
Pagi acaranya jalan sehat, semua warga boleh ikut, tak ketinggalan reog serta
organ tunggal. Pokoknya rame, deh. Malamnya, wayangan! Ini dia yang
kutungu-tunggu. Buat ngenalin ke krucils juga tentang budaya bangsa yang sudah
jarang ada. Kalau bukan kita yang nguri-uri
budaya bangsa, siapa lagi?
Rabu malam ternyata hujan. Wah, nggak
tega juga nanti krucils tambah kedinginan. Sumowono daerah pegunungan, berhawa
dingin. Kalau hujan bakal makin dingin. Komat kamit berdoa semoga hujan lekas
berhenti. Sebelum tidur krucils sudah resah dan gelisah takut nggak jadi nonton
wayang, hihihi. Untunglah masih bisa dirayu jadi nggak rewel.
Sekitar jam 2 Kamis dini hari, hujan
tinggal rintik-rintik. Suara klonengan dan sinden yang syahdu membuat nggak
bisa tidur. Penasaran juga nonton wayang, sudah lama nggak nonton. Dengan susah
payah berhasil juga bangunin krucils. Meskipun mata masih merem melek, mau juga
diajak naik motor ke pasar lihat wayang.
Tetap semangat meksi menjelang subuh
Sampai di sana, terlihat panggung sederhana dengan pajangan ratusan wayang di atas gedebog pisang. Beberapa
penabuh gamelan serta 3 sinden dengan baju adat Jawa membuat krucils melek.
Nggak jadi ngantuk, langsung semangat nonton.
Sayang, penontonnya bisa dihitung dengan
jari, itupun sudah mbah-mbah semua. Kutanya pada seorang Bapak yang nonton tadi
katanya penuh, cuma sudah pada pulang. Tampak di pojokan 2 orang pemuda yang
ngurus sound system. Banyak penonton
sarungan untuk menghalau hawa dingin yang menusuk tulang.
Ceritanya ternyata sudah goro-goro. Buto lawan Werkudoro. Haha,
bener-bener deh sudah telat, tapi lumayan daripada nggak jadi nonton
sama-sekali. Setelah tanya sana-sini Pak dalangnya Dalang Harsono, keren
banget. Dengan lakon Wahyu Kamulyan Jati.
Menurut Mas Agus, penikmat wayang dan penjual
di pasar pagi, kurang lebih lakon wayang itu bermakna bisikan dari Tuhan untuk
kemulyaan hidup di dunia dan akherat yang sejati. Wah, Mas Agus ini walau
nontonnya sebentar karena musti jualan, sempat berbagi sama diriku. Matur nuwun pencerahannya Mas Agus, ya.
Dari depan panggung, hanya tampak segelintir orang, sarungan lagi, hihihi.
Yah, karena nggak lihat dari awal membuat
alur dan ceritanya kurang lengkap. Saat nonton itulah krucils tak berhenti
tanya ini itu. Tentang pajangan wayang yang ratusan, Ki dalang, sinden yang
berbaju Jawa, penabuhnya, panggungnya, gedebok untuk nancepin wayang de el el.
Hihihi, sampai capek menjawabnya.
Tak lupa juga aku ambil foto walau
kurang begitu jelas hasilnya. Kuambil dari samping panggung. Eh nggak kuduga,
di samping kanan panggung, penontonnya bejibun. Dari tua, muda, ganteng, cantik,
segala macem ada, deh. Wah, mereka menikmati banget pagelaran wayang malam itu.
Ternyata penggemar wayang masih banyak, ya, nggak hanya kalangan jadul doang.
Ketiga sinden yang cantik juga masih
terus semangat, walau udara makin dingin menjelang subuh. Para penabuh gamelan
yang biasa disebut niyogo wajahnya tetap ceria. Hebat banget kan mereka ini.
Tanpa sengaja aku melihat termos disamping para sinden, Hihihi, ternyata untuk
menahan kantuk mereka bikin kopi, juga miuman hangat yang lain. Penabuhnya juga
dibikinin lho.
Ini dia selebarannya, kapan ada wayang lagi ya?
Menjelang subuh, geber hampir ditutup.
Kita juga langsung pulang. Bangga juga bisa ngenalin wayang ke anak-anak. Nggak
lebih 2 jam sih nontonnya, tapi sudah membuat anak-anak tahu warisan budaya
yang kudu dilestarikan. Kalau bukan anak cucu kita, siapa lagi, hayo? Yuk
cintai budaya dengan cinta wayang!
udah langka ya mbak.. terakhir liat wayang kulit live itu 16 tahun lalu :)
BalasHapusWayangan memang gayeng
BalasHapusaku malah nggak pernah nonton wayang kulit mbak
BalasHapus