Fenomena Sepatu , Hitam VS Mejikuhibiniu
Kalau kita perhatikan anak-anak pulang
atau berangkat sekolah. Mayoritas sepatu mereka berwarna hitam. Aturan sekolah
barangkali. Tapi saya terkaget-kaget saat seorang teman sastra dari Temanggung
berkisah anaknya yang duduk di bangku SMP malah sekolah pakai sandal gunung.
Wah ini luarrr biasa sekali. Berarti alpine, eiger makin moncer.
Sumber gambar: https://lawakantentanghidup.wordpress.com
Sumber gambar: https://lawakantentanghidup.wordpress.com
Eh tentang sandal gunung ini, saya jadi
teringat jaman kuliah. Kebanyakan anak mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) memiliki
sandal gunung. Namanya juga pecinta alam, nggak valid kalau nggak punya sandal
gunung.
Saya sih menyebutnya sepatu sandal.
Karena, kalau bagian belakangnya dilepas dan direkatkan ke depan jadi sandal
semacam selop. Andai dipakai sebagaimana mestinya jadilah sepatu (yang tidak
tertutup rapat). Alhasil sebagian orang menyebutnya sepatu sandal. Setengah
sepatu setengah sandal, sejenis siluman. Tak masalah, kaki tetap bisa tertutupi
dengan kaus kaki.
Dan, suatu decade tertentu, ada dosen
yang menyentil mahasiswa (yang notabene anak mapala) yang pakai sandal gunung
itu. Si mahasiswa memakai seperti sandal selop. “Di kampus, mbok ya yang sopan,
ojo pakai sandal,” nasehat Pak Dosen waktu itu. Tak perlu banyak cingcong, si mahasiswa
akhirnya membuka perekat selopnya, ditautkan ke belakang, jadilah sepatu
sandal. Sambil meringis, dan mengangguk takjim ke sang dosen. Dosen hanya
gedeg-gedeg, segera berlalu sambil tak lupa beristighfar berkali-kali.
Kembali ke sepatu hitam, kalau kita
cermati, baju SD (khususnya negeri) adalah merah putih, SMP, biru putih, SMA,
abu-abu putih. Itu diluar seragam khusus sekolah masing-masing. Tetapi lihatlah
sepatunya, ya hitam. Kenapa nggak milih warna sepatu merah, biru, abu-abu atau
putih saja, sih? Aturan, kata Mas Adji Atmoko, penulis FTV dari Baran, Ambarawa.
Bayangkan kalau seragam pramuka sepatunya kuning, nggak nyambung, ya.
Hitam memang warna netral, semua orang
tahu. Hitam juga warna sik medeni, bersahabat
erat dengan horror. Coba diingat film almarhumah Suzanna, dikala hantu, setan,
demit , pocong atau jin muncul. Kegelapanlah yang menyertai mereka. Jarang
mereka diikuti warna kuning keemasan atau biru laut, hehehe.
Hitam identik juga dengan suasana
berkabung. Sangat jarang orang melayat berbaju cetar membahana dengan
warna mencolok bak mau kondangan. Selain dapat bisik-bisik nggak enak, bakal
jadi sindiran. Terutama di desa yang masih menjunjung tinggi segala adat sopan
santun.
Hebatnya lagi, ada juga sekolah yang
menyediakan cat warna hitam untuk muridnya yang tak punya sepatu hitam. Bu Yanti,
seorang guru dari Ambarawa membisikkan itu pada saya. Salut deh, artinya itu
memudahkan dan meng-irit-kan pengeluaran orang tua murid degnan cara mengecat
berjamaah.
Tapi, banyak lho yang tak memakai sepatu
hitam itu melanggar aturan, ujung-ujungnya dianggap anak nakal. Dihitung pakai
rumus aljabar atau fisika kuantum-pun, tak bakal nemu kalau sepatu hitam ini
dikohesikan dengan anak nakal. Lha opo hubungane? Toh, orang bertato dan
gondrongpun belum tentu preman. Orang berpeci dan bersarungpun belum tentu alim.
Jadi, kalau ada anak sekolah hari Senin
nggak pakai sepatu hitam jangan lantas digosipkan
sebagai anak nakal, nggak manut aturan. Berhusnudhonlah, bisa jadi sepatu hitam
polosnya masih belum kering karena Ahad-nya dicuci dan hujan deras seharian. Atau
sepatu hitamnya sedang dipinjam tetangga.
Penulis puluhan antologi dan pemenang berbagai
even kepenulisan, Arinda bilang, kalau anaknya yang masih TK sepatunya boleh
warna warni. Mejikuhibiniu, belang-belang, dong, hihihi. Ah, untuk anak TK apa
sih yang kita tak menurutinya. Anak-anak sangat butuh warna warni. Dunia bagi
mereka pelangi. Bayangkan kalau hanya mengenal satu warna hitam aja, kacian…
Instruktur senam dari Semarang, Widati
malah menanyakan hal yang bikin saya terkikik geli, “Gimana kalau sepatu anak sekolah
kanan dan kiri berbeda, Mbak?” hahaha, saya akhirnya terbahak sendiri.
Entahlah, saya tak bisa membayangkan kalau hal itu terjadi. Bisa jadi tahun
depan booming, sekarang, sudah banyak
sandal dengan warna “selen”.
Tapi waktu anak saya TK, saya cat
rambutnya menjadi coklat marun, kena sentilan setilin dari bu gurunya, lho. Canggihnya
lagi, saat alasan yang sangat logis saya beberkan dengan penuh semangat berapi-api,
malah dapat cibiran emak-emak penunggu anak yang lain. Tapi kata Mas Adji,
itulah bentuk mesyukuri nikmat Sang Khalik (dengan rambut berwarna hitam) dan
apa adanya. Saya manggut-manggut, setuju dengan pendapat beliau ini.
Bagaimanapun, sepatu hitam memang
netral, kok. Sastrawan asal Temanggung, Dini Rahmawati malah tanya: “Kok nggak
warna seragamnya yang dibahas, Mbak? Toh hitam netral.” Saya manggut-manggut. “Hematnya
lagi, sepatu bisa dipake dari SD sampai SMA.” Wah saya tambah mengangguk lebih
dalam. “Dan kalau kekecilan bisa dilungsurke adine atau tetanggane.” Wah ini,
saya angkat topi dengan ungkapannya yang bener bingit.
Lagipula ngapain ribet sih urusan sepatu
hitam atau sepatu mejikuhibiniu? Biar nggak ada jurang pemisah atas dan bawah? Itu
pasti. Konfliknya kan ungkapan tentang bagaimana pemerataan ekonomi sebuah
planet antah berantah. Keseragaman Mas Bro. Nah lho, jadi kenapa kita harus
ribet. Sepatu itu urusan kaki, kenapa dihubungkan dengan pemerataan ekonomi? Hihihi,
bahasa fenomenal Gus Dur pun mencuat kembali. “Halah, gitu aja kok repot…”
Huahahaa... jelas sepatu ada hubungannya dg ekonomi dong mba, ga cm urusan kaki.. ekonomi kan hubungannya dg duit, lah kl ga ada duit ga bs beli sepatu dong... eh, bisa nglungsur tanggane ding. Hihii..
BalasHapushahaha, ide bagus Mbak :)
BalasHapusTergantung sekolah juga.ada yg hari tertentu boleh pke warna lain...gurune wae sepatunw kudu Ireng...piye jal....
BalasHapushaha.. artine kompak sama mutrite bu. Kalo ada pleretane sithik, Bu Yanti siap ngecat item :D
HapusDan emak2 ngeyel juga belum tentu nakal kan? Wkwkwk...
BalasHapusHihihi, tutup muka Mbak Wid :D
Hapustapi sampai sekarang, kadang suka pakai sepatu hitam soalnya gampang matching dengan pakaian xixixi... aman gitu kalau lagi malas bergaya-gayaan xixixi
BalasHapusWkwkwk, netral bingit mbak. walo monoton, hehehe... ni udah lama di otak, akhirnya tertuang jugak :D
BalasHapustapi bagus lho mbak xixixi
BalasHapussepatu hitam zaman sekolah dulu jelas yang paling murah meriah :D
BalasHapus